Kenali Jamu, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka
Oleh : Dra. Rina Moretha, M., Farm., Klin., Apt- - RS Husada Utama
Sesuai dengan Keputusan BPOM nomor : HK.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan Dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia, maka obat bahan alam dibagi menjadi tiga golongan.
1.
Jamu
Jamu harus memenuhi kriteria :
a.
Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
b.
Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris.
c.
Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
2.
Obat herbal terstandar
Obat Herbal Terstandar harus memenuhi kriteria :
a.
Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
b.
Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/pra klinik.
c.
Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi.
d.
memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
3.
Fitofarmaka
Fitofarmaka harus memenuhi kriteria :
a.
Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
b.
Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik.
c.
Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi.
d.
Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
Nah, dari sini terlihat jelas bahwa poin penting yang membedakan antara ketiganya adalah pembuktian ilmiahnya. Jamu hanya dibuktikan berdasarkan pengalaman empirik saja atau secara turun temurun. Jika jamu tersebut telah diuji secara pra klinik maupun klinik, maka jamu yang bersangkutan bisa menjadi fitofarmaka.
Uji pra klinik merupakan uji yang dilakukan ke hewan uji misalnya mencit ataupun tikus. Dalam uji ini dikenal adanya uji farmakologi dan uji toksikologi. Uji farmakologi ini untuk melihat efek/khasiat senyawa pada jamu atau dengan kata lain untuk membuktikan klaim khasiatnya. Sedangkan uji toksikologi untuk mengetahui ada tidaknya efek toksik baik akut ( segera setelah jamu tersebut dikonsumsi), ataupun efek toksik kronis (dalam jangka waktu lama setelah pengkonsumsian jamu). Uji praklinik ini merupakan pertimbangan dalam melakukan uji klinik. Jika memang terbukti bahwa jamu itu aman dan berkhasiat di hewan uji, maka jamu dapat menjadi obat herbal terstandar.
Untuk membuat suatu obat herbal terstandar (OHT) menjadi fitofarmaka, maka harus dilakukan uji klinik. Uji klinik dilakukan melalui empat tahapan, dimulai dari pengujian pada sukarelawan sehat, kemudian ke penderita sakit tetapi dengan jumlah terbatas, selanjutnya meningkat ke penderita sakit dengan populasi yang luas, dan sebagai puncaknya adalah pengujian pasca OHT itu dijual ke pasar untuk melihat ada tidaknya efek samping yang mungkin belum terdeteksi di uji klinik tahap sebelumnya. Dikarenakan uji klinik ini butuh waktu yang lama, maka perkembangan fitofarmaka di Indonesia kurang cepat. Contoh produk fitofarmaka yang sudah beredar yaitu Stimuno.
Dari uraian sebelumnya jug dapat dilihat bahwa dari ketiga macam penggolongan obat bahan alam ini, semuanya harus memenuhi persyaratan mutu. Maksudnya adalah dalam proses pembuatannya harus memenuhi CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik.
Kemasan jamu, OHT, dan fitofarmaka pun berbeda dalam logo penandaan, seperti terlihat pada gambar berikut :
semoga penulisan ini bermanfaat. Jangan lupa melihat no registrasi BPOM di kemasan.
Disclaimer - Kebijakan Isi Website : Seluruh isi website ini (termasuk dan tidak terbatas pada tulisan, gambar, tautan dan dokumen) adalah bersifat informatif
yang tidak ditujukan untuk mengganti nasihat medis, keterangan diagnosis, maupun saran tindakan medis yang dikeluarkan oleh tenaga profesional medis (dokter).
Selalu konsultasikan kesehatan Anda kepada dokter untuk mendapatkan saran medis yang sesuai dengan keadaan Anda.